BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peternakan memegang peranan penting dan strategis
dalam membangun sektor pertanian. Kabupaten Sukabumi mempunyai keunggulan
komparatif dan kompetitif yang sangat menguntungkan yang memiliki potensi
sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup potensial. Peranan
kesehatan hewan dalam kehidupan sangat penting
karena akan mempengaruhi terhadap
kesehatan manusia, bukan hanya melindungi terhadap resiko kesehatan manusia
namun akan mempengaruhi pula terhadap produktivitas hewan baik dari segi
biologis maupun medis, melindungi keseimbangan lingkungan serta mempertahankan
kelestarian sumber daya genetika. Prinsip penanganan kesehatan hewan yang
menjadi tugas pemerintah dan masyarakat terutama diarahkan pada penyakit yang
berdampak kerugian ekonomi yang akan berdampak pada morbilitas dan mortalitas
yang tinggi.
Kurang berhasil atau kegagalan suatu program
kesehatan, sering disebabkan karena kurang atau tidak adanya dukungan dari para
pembuat keputusan, baik di tingkat nasional maupun lokal seperti provinsi,
kabupaten atau kecamatan. Akibat kurang adanya dukungan itu, antara lain
rendahnya alokasi anggaran untuk program kesehatan, kurangnya sarana dan
prasarana, tidak adanya kebajikan yang menguntungkan bagi kesehatan dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2005).
Ruang lingkup kesehatan hewan dijabarkan melalui
beberapa fungsi antara lain penolakan, pencegahan, pemberantasan dan
pengendalian serta pengobatan dan pelayanann kesehatan hewan. Prinsip
pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan yang menjadi tugas pemerintah
terutama diarahkan pada penyakit yang berdampak kerugian ekonomi tinggi, oleh
karena menular, penyebaran cepat serta mengakibatkan angka kematian dan
kesakitan yang tinggi. Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal
Peternakan, Nomor: 103/TH.501.KPTS/DJP/0398, ada 12 Penyakit Hewan Menular
Strategis (PHMS) yang mendapat prioritas pengendalian di Indonesia. Tindakan
antisipasi melalui pengamatan dana pemetaan penyakit secara dini serta
pencegahan dan pemberantasan penyakit sangat diperlukan secara teratur dan
berkesinambungan (Disnak,2010).
Pemeriksaan kesehatan hewan merupakan salah satu
dasar kegiatan dinas peternakan. UU No. 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan
mengamanatkan perlunya penyelenggaraan kesehatan hewan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kelembagaan otoritas veteriner. Otoritas veteriner adalah kelembagaan
Pemerintah atau kelembagaan yang dibentuk pemerintah dalam pengambilan
keputusan tertinggi yang bersifat teknis kesehatan hewan dengan melibatkan
keprofesionalan dokter hewan dan dengan mengerahkan semua lini kemampuan
profesi mulai dari mengindentifikasikan masalah, menentukan kebijakan,
mengoordinasikan pelaksana kebijakan, sampai dengan mengendalikan teknis
operasional di lapangan sejalan dengan itu praktik kerja lapangan ini dilakukan
di Dinas Peternakan bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.
1.2 Tujuan
Praktek
Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui
prosedur yang dilakukan dalam menangani kesehatan hewan
2. Mengetahui
jenis-jenis penyakit hewan yang menular.
2.2
Manfaat
Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini mempunyai manfaat
sebagai berikut:
1. Menambah
wawasan mengenai jenis-jenis penyakit hewan dan cara penanganannya.
2. Membei
pengetahuan mengenai prosedur penanganan kesehatan hewan ternak dan peliharaan.
3. Memberi
pengetahuan mengenai cara pengamatan terhadap penyakit hewan menular.
BAB II
ANALISIS
LINGKUNGAN INTERNAL DAN EKSTERNAL
2.1
Kondisi Umum Kesehatan Hewan di Kabupaten Sukabumi
Dinas Peternakan
Kabupaten Sukabumi memayungi 47 Kecamatan yaitu: Ciemas, Ciracap, Waluran,
Surade, Cibitung, Jampang Kulon, Cimanggu, Kalibunder, Tegal Buleud, Cidolog,
Sagaranten, Cidadap, Curug Kembar, Pabuaran, Lengkong, Palabuhanratu, Simpenan,
Warungkiara, Bantar Gadung, Jampang Tengah, Purabaya, Cikembar, Nyalindung,
Gegerbitung, Sukaraja, Sukalarang, Cireunghas, Kebon Pedes, Sukabumi,
Kadudampit, Cisaat, Gunung Guruh, Cibadak, Cicantayan, Caringin, Nagrak,
Ciambar, Cicurug, Cidahu, Parakansalak, Parungkuda, Bojonggenteng,
Kalapanunggal, Cikidang, Cisolok, Cikakak dan Kabandungan.
Data
yang tersedia pada Dinas Peternakan menunjukkan bahwa pada tahun 2012, populasi
ternak dimasing-masing kecamatan sangat bervariasi. Dinas Peternakan Kabupaten
Sukabumi melaporkan jumlah populasi ternak tahun 2012 adalah 14.867.339 ekor,
terdiri dari ternak domba 468.569 ekor, sapi potong 20.074 ekor, sapi perah
6.636 ekor, kerbau 12.014 ekor, ayam breeder 2.373.118 ekor, ayam broiler
8.247.298 ekor, kelinci 11.400 ekor, kuda 204 ekor, ayam layer komersil
2.294.347 ekor, puyuh 131.763 ekor, ayam buras 1.184.469 ekor, itik 107.400
ekor, manila 87.100 ekor dan merpati 902 ekor (Disnak, 2012).
Jumlah populasi ternak
sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi. Produksi daging, telur dan susu di
Kabupaten Sukabumi dalam kurun waktu 2 tahun sangat bervariasai dimana produksi
daging pada tahun 2011 sejumlah 48.488.118 kg apabila dibandingkan dengan
jumlah produksi pada tahun 2012 sejumlah 51.887.889 kg terjadi peningkatan dari
tahun 2011 ke tahun 2012 yaitu sebesar 3.399.771 kg atau 7,01 % produksi
daging. Jumlah produksi telur pada tahun 2011 sejumlah 28.863.359 kg apabila
dibandingkan dengan jumlah produksi telur tahun 2012 sejumlah 29.884.653 kg
terjadi peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2012 yaitu sebesar 1.021.294 kg
atau 3,54 % telur dan produksi susu yang dihasilkan oleh sapi perah pada tahun
2011 sejumlah 10.709.830 sedangkan pada tahun 2012 sejumlah 10.552.150
mengalami penurunan. Penurunan jumlah produksi susu menurun disebabkan karena
kualitas banyaknya sapi perah yang terjangkit penyakit (Disnak, 2012).
Data hasil penyidikan
dari labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner serta
kerja sama dengan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor menunjukkan bahwa
berbagai penyakit hewan baik itu disebabakan oleh virus, bakterial, protozoa,
parasit dan residu antibiotika masih sering ditemukan di Kabupaten Sukabumi.
Penyakit parasiter dan Avian Influenza khususnya masih sering terjangkit pada hewan
ternak.
2.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Dinas Peternakan
a.
Kedudukan dan Tugas
Pokok
Sesuai
Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 25 Tahun 2012 tentang Organisasi
Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sukabumi, maka Dinas Peternakan Kabupaten
Sukabumi adalah unsur pelaksana otonomi daerah yang melaksanakan unsur di
bidang peternakan, dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan
bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas mempunyai tugas
pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan azas otonomi dan
tugas pembantuan di bidang peternakan.
b. Fungsi
Dalam melaksanakan
tugas Dinas Peternkaan Kabupaten Sukabumi menyelenggarakan beberapa fungsi
antara lain:
1.
Penyusunan
rencana dan program kerja di bidang peternakan.
2.
Perumusan dan
penyusunan kebijakan teknis di bidang peternakan.
3. Pembinaan, pengendalian dan pelaksanaan tugas
kesekretariatan, produksi ruminansia, produksi non ruminansia, kesehatan hewan
dan kesehatan masyarakat veteriner, sarana, pengolahan dan Pembinaan.
pengolahan administrasi umum, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan
kearsipan.
4. Pelaksanaan tugas pembantuan di bidang peternakan.
5. Penerbitan perizinan di bidang peternakan sesuai
kewenangan dinas.
6. Pemberian rekomendasi teknis untuk
penerbitan perizinan.
7. Pengawasan dan pengendalian teknis
pasca penerbitan perizinan.
8. Pembinaan UPTD.
9. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama
di bidang tugasnya.
10. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi
hasil pelaksanaan tugas.
11. Pelaporan hasil pelaksanaan tugas.
2.3
Susunan Organisasi Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi
Susunan organisasi Dinas terdiri
dari:
a. Kepala Dinas
b. Sekretariat, membawahkan:
1. Sub Bagian Kepegawaian dan Umum
2. Sub Bagian Keuangan
3. Sub Bagian Perencanaan dan Program
c. Bidang Produksi Ruminansia,
membawahkan:
1. Seksi Ruminansia Besar
2. Seksi Ruminansia Kecil
3. Seksi Pembibitan dan Penyebaran
Ternak Ruminansia
d.
Bidang Produksi Non Ruminansia, membawahkan:
1. Seksi Budidaya Ternak Unggas
2. Seksi Aneka Ternak dan Hewan
Kesayangan
3. Seksi Pembibitan dan Penyebaran
Ternak Non Ruminansia
e.
Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, membawahkan:
1.
Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular
2.
Seksi Pengamatan dan Penyidikan Penyakit Hewan
3.
Seksi Farmasi dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
f.
Bidang sarana, Pengolahan dan Pemasaran Hewan, membawahkan:
1.
Seksi Sarana dan Kelembagaan
2.
Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil
3.
Seksi Penyebaran Informasi, Promosi dan Investasi.
g. UPTD
h. Kelompok Jabatan Fungsional
2.4
Visi dan Misi Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi
Visi Dinas Peternakan Tahun 2010 – 2015 adalah Mewujudkan Agribisnis Peternakan yang Tangguh, Berdaya
Saing dan Berkelanjutan.
Misi Dinas Peternakan Tahun 2010 – 2015 adalah:
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas
sumber daya manusia peternakan yang profesional.
2. Mengembangkan ketahanan pangan dan
optimalisasi pemanfaatan sumber daya peternakan.
3. Mendorong peningkatan konstribusi sub sektor
peternakan terhadap perekonomian daerah.
4. Mendorong
terciptanya iklim yang kondusif bagi usaha peternakan, kesehatan hewan dan
kesehatan masyarakat veteriner.
2.5
Data Jumlah UPTD
Berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi No 25 Tahun 2012 tentang Organisasi
Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sukabumi, UPTD di lingkungan Dinas
meliputi:
1.
UPTD Peternakan
dan Kesehatan Hewan Wilayah Sukabumi
2.
UPTD Peternakan dan
Kesehatan Hewan Wilayah Cibadak
3.
UPTD Peternakan
dan Kesehatan Hewan Wilayah Cicurug
4.
UPTD Peternakan
dan Kesehatan Hewan Wilayah Palabuhanratu
5.
UPTD Peternakan
dan Kesehatan Hewan Wilayah Jampangtengah
6.
UPTD Peternakan
dan Kesehatan Hewan Wilayah Jampangkulon
7.
UPTD Peternakan
dan Kesehatan Hewan Wilayah Sagaranten
8.
UPTD Pembibitan
dan Pakan Ternak
9.
UPTD
Laboratorium Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
10.
UPTD Rumah
Potong Hewan dan Pasar Hewan
Faktor kelembagaan dan keterbatasan sumberdaya yang terlibat
dalam pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan juga dirasakan sebagai
kendala yang tidak bisa diabaikan. Jumlah SDM dokter hewan dan tenaga paramedik
veteriner baik dipusat maupun UPTD masih jauh dari kebutuhan. Meskipun
rekrutment tenaga harian lepas telah dilaksanakan dan perannya sangat membantu
memperkuat basis utama peternakan dan kesehatan hewan yaitu puskeswan serta
penguatan kelembagaan pelayanan kesehatan hewan, namun masih belum dapat
mencukupi kebutuhan akan tenaga medik maupun paramedik veteriner di lapangan.
2.6 Faktor Lingkungan Internal dan Eksternal
2.6.1
Lingkungan Internal
A.
Kekuatan
1. Tersedianya
sumber daya manusia berpotensi
Penyelenggaraan
upaya kesehatan diperlukan sumber daya manusia. Jumlah sumber daya manusia yang
bekerja di Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi sebanyak 98 berstatus pegawai
negeri sipil (PNS) sebanyak 74 orang, non PNS dan inseminator 24 orang.
2.
Struktur
organisasi yang diakui
Berdasaarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 25 Tahun 2012, tentang Organisasi
Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sukabumi, maka keberadaan Dinas
Peternakan Kabupaten berada pada jajaran pemerintahan dimana menaungi 47
kecamatan. Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya yang memberikan mandate kepada
Dinas Peternakan untuk melakukan pemantauan di bidang peternakan dan pelayanan
diagnosa penyakit hewan terhadap seluruh ternak yang terdapat di Kabupaten
Sukabumi, maka hal ini memberikan posisi yang sangat kuat bagi Dinas Peternakan
dalam rangka melakukan koordinasi penanganan penyakit hewan dalam era otonomi
daerah yang berlaku sekarang.
3.
Tersediaya
sarana dan prasarana dasar labolatorium
Tersediaya
sarana dan prasarana dasar yang memadai berupa labolatorium untuk menyidik
berbagai penyakit pada ternak. Terdapat labolatorium kesehatan hewan dan
kesehatan masyarakat veteriner yang berada di bawah naungan Dinas Peternakan.
UPTD labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner merupakan
pelaksana teknis dari Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi yang bertugas dalam
melaksanakan kegiatan pengamatan dan penyidikan penyakit hewan sebagai salah
satu upaya tercapainya pembangunan peternakan di Kabupaten Sukabumi. UPTD
labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner terbentuk
berdasarkan Peraturan Gubernur No. 71 tahun 2012, tanggal 26 November
2012.
gas pokok dan fungsi
labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner adalah
melaksanakan salah satu fungsi Dinas di bidang penyelenggaraan labolatorium
kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner. tujuan dibentuknya UPTD
labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner adalah agar
lembaga ini dapat menjalankan salah-satu tugas atau fungsi Dinas Peternakan di
bidang penyelenggaraan kegiatan labolatorium di Kabupaten Sukabumi, sehingga
tercapai pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Sasaran kegiatan UPTD
labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner adalah:
1. Deteksi penyakit hewan di Kab. Sukabumi
2. Uji kualitas
bahan asal hewan
3. Pelayanan diagnostik
laboratorium
Sistem
pelayanan di UPTD labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat
veteriner adalah:
1. Pelayanan
aktif, pelayanan dilakukan secara aktif sesuai jadwal yang ditentukan.
2. Pelayanan
pasif, pelayanan pasif dilakukan secara pasif dimana labolatorium menerima dan
memeriksa sampel yang dikirim
3. Pelayanan
semi aktif, pelayanan dilakukan sesuai laporan permintaan dari lapanagn atau
masyarakat.
Jasa-jasa layanan yang diberikan oleh UPTD
labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner saai ini
meliputi pengujian penyakit secara labolatoris, diantaranya pemeriksaan serum
darah, pemeriksaan parasitologi, pemeriksaan kualitas susu, pemeriksaan
kualitas daging dan patologi anatomi.
B. Kelemahan
1.
Jumlah aparatur yang professional terbatas
Profesionalitas
merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam melakukan sesuatu termasuk
didalamnya memberikan pelayanan terhadap publik. Jumlah aparatur yang
professional masih terasa belum memadai. Keadaan ini tentu berdampak pada
kualitas pelayanan yang diberikan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi
masih belum sepenuhnya memuaskan pengguna jasa layanan diagnosa penyakit hewan.
2. Disiplin personil belum optimal
Disiplin
personil juga merupakan tantangan bagi Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi di
dalam memberikan pelayanan diagnosa penyakit hewan kepada masyarakat. Rendahnya
pemahaman akan tugas pokok dan fungsi serta kesadaran selaku PNS dari pada
personil menjadi kurang disiplinnya personil dalam menjalankan tugasnya
sehari-hari. Belum adanya sanksi yang tegas terhadap personil yang kurang
disiplin juga menjadi pemicu personil lain menjadi ikut kurang disiplin.
2.6.2 Lingkungan Eksternal
A. Peluang
1.
Jalinan Kemitraan
Terbukanya
peluang pelayanan kesehatan hewan melalui kerjasama kemitraan antara
pemerintah, masyarakat dan pihak swasta dalam mengimplementasikan program dan
kegiatan pelayanan kesehatan hewan dengan didasarkan pada prinsip saling
menguntungkan dan prinsip-prinsip good
govermance. Hal ini tentunya akan berdampak pada efesiensi dan efektivitas
program dan kegiatan pelayanan kesehatan hewan menjadai lebih baik.
2. Jaringan kerjasama labolatorium
Keamanan
pangan merupakan persyaratan utama yang menjadi semakin penting bagi konsumen
yang mengkonsumsinya. Persyaratan produk hewan yang bebas dari penyakit hewan,
cemaran residu antibiotika merupakan peluang yang baik untuk meningkatkan
kinerja Dinas Peternkaan Kabupaten Sukabumi. UPTD labolatorium kesehatan hewan
dan kesehatan masyarakat veteriner Kabupaten Sukabumi bekerjasama dengan
beberapa labolatorium lain diantaranya, Balai Besar Penyidikan Veteriner Bogor,
Balai Pengujian Penyakit Hewan dan Kesmavet Cikole Lembang dan Balai Peyidikan
dan Pengujian Veteriner Subang.
3.Tuntutan lingkungan hidup sehat
Hidup
sehat merupakan dambaan setiap orang. Adanya penyakit pada hewan seperti Avian Influenza serta Zoonosis lainnya menuntut masyarakat
lebih berhati-hati dalam berhubungan dengan hewan atau unggas. Lingkungan yang
sehat, tersedianya produk peternakan yang sehat tentunya tidak terlepas dari
labolatorium diagnostik dalam rangka mengamankan produk terbebas dari penyakit
hewan. Aturan penyimpanan pakan serta obat harus diperhatikan dari berbagai
aspek diantaranya adalah lingkungan.
B.
Tantangan
1. Ancaman masuknya
penyakit eksotik
Selain
penyakit menular utama, beberapa penyakit eksotik yang berasal dari Negara lain
yang secara geografis berdekatan dengan Indonesia yang berpotensi berbahaya
serta berdampak ekonomis yang luas bagi Indonesia perlu diwaspadai.
Penyakit-penyakit tersebut antara lain penyakit mulut dan kuku (PMK), penyakit
Hendra dan penyakit BSE.
2.
Ancaman mutasi organisme menjadi lebih ganas
Era
globalisasi ini telah terjadi arus perpindahan penyakit yang begitu cepat,
demikian pula telah terjadi perubahan-perubahan sifat agen infeksi. Evolusi dan
mutasi dari mikroorganisme dapat memunculkan jenis atau strain baru. Fenomena
ini dapat mengakibatkan virulensi yang meningkat atau mikroorganisme menjadi
resisten terhadap obat-oabatan antimikroba termasuk resistensi vector terhadap
insektisida. Adanya serotipe baru dapat menimbulkan wabah dan juga menimbuljan
masalah baru dalam penanganan penyakit sehingga menuntut adanya menejemen
pengendalian penyakt yang professional.
3.
Perdagangan bebas
Dalam
era globalisasi dan perdagangan bebas ini, peran labolatorium kesehatan hewan
dan kesehatan masyarakat veteriner menjadi semakin penting dan strategis di
dalam menjamin mutu, keamanan dan kesehatan terhadap hewan atau produk hewan
yang diperdagangkan baik untuk tujuan ekspor, impor maupun antar area.
Persaingan bisnis yang semakin ketat memaksa pengelola labolatorium kesehatan
hewan dan kesehatan masyarakat veteriner agar selalu aktif dan inovatif serta
professional dalam melakukan menejemen pelayanan kesehatan hewan. Manajeman
labolatorim kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner harus memiliki
ketahanan kelangsungan hidup dan keunggulan bisnis yang mempunyai daya saing
tinggi.
BAB
III
TINJAUAN
PUSTAKA
3.1
Profil Kabupaten Sukabumi
Kabupaten
Sukabumi merupakan salah satu wilayah yang mempunyai luas sekitar 4.200 km,
terletak antara 6057’ Lintang Selatan dan 106041’-107000’
Bujur Timur. Akhir tahun 2012 Kabupaten Sukabumi terdiri atas 47 Kecamatan dan
367 Desa serta 2.383.450 Jiwa yang terdiri dari 1.214.769 laki-laki dan
1.168.681 perempuan dan terdaftar dari hasil sensus penduduk tahun 2011.
Sebanyak 29 desa merupakan desa Swasembda, 239 desa merupakan desa Swakarsa dan
71 desa merupakan desa Swadaya (Sensus,2012).
3.2
Pengertian Kesehatan Hewan
Istilah
kesehatan dalam bahasa inggris yaitu “health”
mempunyai dua pengertian dalam bahasa Indonesia, yaitu “sehat” atau
“kesehatan”. sehat dalam pengertian atau kondisi mempunyai batasan yang
berbeda-beda. Secara awam sehat diartikan keadaan dalam kondisi tidak sakit,
tidak ada keluhan, dapat menjalankan kegiatan sehari-hari dan sebagainya.
Menurut batasan ilmiah, sehat atau kesehatan telah dirumuskan dalam
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 yaitu “ Keadaan sempurna baik fisik,
mental dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta
produktif secara ekonomi dan sosisal” (Notoatmodjo, 2005).
Upaya
kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat. Hal ini berarti, bahwa dalam
rangka mewujudkan derajat kesehatan baik kesehatan individu maupun kelompok.
Pemeliharaan kesehatan mencakup dua aspek, yaitu : kuratif (pengobatan
penyakit), rehabilatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit) sedangkan,
peningkatan kesehatan mencakup dua aspek juga, yaitu : preventif (pencegahan
penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan) oleh sebab itu, upaya kesehatan
promotif mengandung makna kesehatan individu dan kelompok serta harus selalu
diupayakan sampai ke tingkat kesehatan yang optimal ( Notoatmodjo,2003).
Rencana
Strategi Departemen Kesehatan tahun 2005-2009 menyebutkan bahwa pembangunan
kesehatan di Indonesia dalam tiga dekade ini yang dilaksanakan secara
berkesinambungan telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. namun
demikian, derajat kesehatan di Indonesia tersebut masih terhitung rendah apabila
dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Indonesia menghadapi berbagai
perubahan dan tantangan strategis yang mendasar baik internal maupun eksternal
yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pembangunan nasional termasuk pembangunan
kesehatan (Depkes,2012).
Sementara sehat dalam
definisi WHO (1957), adalah suatu keadaan sejahtera sempurna fisik, mental dan
sosial yang tidak terbatas pada bebas dari penyakit dan kelemahan, dirasakan
tidak sesuai atau tidak lengkap lagi. Health
care system sebagai kombinasi antara institusi kesehatan, sumber daya
manusia pendukung, mekanisme finansial, sistem informasi, mekanisme jaringan
organisasi dan manajemen struktur termasuk administrasi dalam upayanya
mendukung penyediaan jasa pelayanan kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan
hewan merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mengetahui status
kesehatan satu individu atau kelompok hewan, apakah menderita suatu penyakit
atau tidak. (WHO,2012) Secara khusus kegiatan pemeriksaan kesehatan hewan
bertujuan sebagai berikut :
1.
mendapatkan
individu atau kelompok hewan yang sehat
2.
mendapatkan
individu atau kelompok hewan yang tidak layak untuk suatu tujuan tertentu
3.
mencari penyakit
yang tidak tampak atau kurang jelas pada pemeriksaan pasca mati.
Status
kesehatan hewan individu atau kelompok hewan harus diperlukan untuk berbagai
keperluan, misalkan :
a. untuk
persyaratan lalu lintas hewan inter atau antarkabupaten, antarprovinsi, mau pun
antarnergara.
b. Untuk
persyaratn penyembelihan hewan potong di Rumah Potong Hewan atau tempat
pemotongan hewan, rumah pemotongan ungags atau tempat pemotongan ungags atau
pada hewan qurban.
c. Untuk
persyaratan sebelum bertanding ( domba tangkas, kuda pacu dan anjing )
d. Untuk
tindakan pencegahan penyakit, misalnya vaksinasi. Hanya hewan sehat yang dapat
divaksinasi
e. Untuk
tindakan atau keperluan lainnya seperti persyaratan jual beli, pengambilan
semen pada ternak pejantan dan lain-lain.
Dasar hukum kegiatan peternakan
kesehatan hewan adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
b. Peraturan
Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan
Pengobatan Penyakit Hewan.
c. Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner.
d. Peraturan
Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan.
e. Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 487/Kpts/Um/1981 tentang Pencegahan,
Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit hewan.
f. Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/Kpts/TN.330/7/1992 tentang Pemotongan
Hewann potong dan Penanganan Daging Serta Hasil Ikutannya.
g. Surat
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 306/Kpts/TN.330/4/1994 tentang Pemotongan
Unggas dan Penanganan Daging Unggas serta Hasil Ikutannya.
3.3 Penyakit Hewan Menular yang mendapat
Prioritas Pengendalian atau Pemberantasan
(Berdasarkan Peraturan Dirjen Nak No. 59/Kpts/PD.610/05/2007
tgl 9 Mei 2007) penyakit hewan menular yang mendapatkan prioritas pengendalian
atau pemberantasan adalah sebagai berikut :
1. Rabies (penyakit anjing gila)
2. Avian Influenza/AI (influensa
unggas)
3. Brucellosis (kluron menular)
4. Anthrax (radang limpa)
5. Salmonellosis
6. Newcastle Disease/ND (tetelo)
7. Jembrana
8. Bovine Viral Diarrhae/BVD (diare
ganas)
9. Septicemia Epizootica/SE (ngorok)
10. Classical Swine Fever/CSF Hog
Cholera/sampar babi
11. Infectious Bursal Disease (IBD)
12. Infectious Bovine
Rhinotracheitis/IBR
3.4
Tempat Pemeriksaan Kesehatan Hewan
Pada
umumnya pemeriksaan kesehatan hewan dilaksanakan di kandang, tempat penampungan
hewan atau tempat-tempat tertentu yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan
terebut, misalnya (Disnak, 2010) :
a.
Pasar hewan.
b.
Pos pemeriksaan
kesehatan hewan diperbatasan antarprovinsi atau antarnegara (check poin).
c.
Pelabuhan laut
atau udara.
d.
RPH/TPH atau
RPU/TPU.
3.5
Petugas Pemeriksa Kesehatan Hewan
Petugas pemeriksaan
kesehatan hewan harus menguasai ilmu penyakit hewan secara praktis. Pengetahuan
dibidang ini sangat menunjang keputusan yang akan diambil, dari sini dapat
diketahui apakan hewan tersebut sehat atau tidak. Tugas pokok dan kewenagan
dari pemeriksaan kesehatan hewan adalah (Disnak, 2010) :
1.
mengumpulkan
informasi yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan kesehatan hewan.
2.
melaksanakan
pemeriksaan kesehatan hewan.
3.
menahan hewan
untuk tidak dipakai untuk tujuan tertentu, misalnya :
a. tidak
dipotong karena dugaan adanya penyakit yang berbahaya bagi hewan dan manusia.
b. Tidak diberangkatkan ke suatu daerah tertentuu
mengingat di daerah asal terjankit wabah PHM atau di daerah tujuan sudah bebas
PHM tertentu.
4.
melaksanakan
pemusnahan terhadap hewan yang dianggap berbahaya untuk kesehatan manusia di
sekitarnya.
5.
melaksanakan
pengambilan dan pengiriman spesimen hewan (darah, feses dan lain-lain) untuk
kepentingan diagnosa labolatorik.
6.
membubuhkan cap
“S” (slaughter) pada hewan potong ruminansia sebagai tanda bahwa hewan
tersebut layak untuk disembelih.
7.
memberikan
rekomendasi kepada petugas pemeriksaan daging post mortem, mengenai hal-hal
yang harus diperhatikan atau ditindak lanjuti. Berdasarkan tugas pokok dan
kewenangannya maka persyaratan untuk menjadi seorang petugas pemeriksa kesehatan
hewan adalah sebagai berikut:
a. persyaratan
pendidikan: Dokter hewan dan Paramedis Veteriner
b. Persyaratan
fisik:
·
Sehat fisik dan
mental
·
Panca indera
normal sehingga mampu mengetahui perubahan organoleptik sekecil apapun
c. persyaratan
mental:
·
sehat mental,
berani dan tegas sehingga mampu membuat keputusan dengan tepat atau mengambil
tindakan dengan cepat
·
tidak mempunyai
rasa takut dan jijik melihat darah
3.6
Perilaku Komunikasi Peternak
Perilaku individu untuk melakukan
aktivitas komunikasi tibul berdasarkan dorongan yang ada dalam diri individu
tersebut untuk melakukan suatu gerakan atau tindakan yang sesuai dengan
keinginannya. Perilaku komunikasi dari individu tersebut terlihat dengan jelas
dan ada juga yang tidak terlihat yang ditentukan oleh kepekaan individu yang
mengamati (Asngari, 1996).
Prinsip dasar individu adalah (1)
individu memiliki perbedaan perilaku, (2) individu mempunyai kebutuhan yang
berbeda, (3) individu berfikir tentang masa depan dan membuat pilihan tentang
bagaimana bertindak, (4) individu memahami lingkungannya, (5) individu memiliki
reaksi terhadap aksi, dan (6) banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku.
Beberapa faktor penting yang menyebabkan perbedaan individual dalam perilaku
komunikasi yang meliputi persepsi, sikap dan keperibadian. Perilaku tertentu
yang berkembang pasti bersifat khas bagi tiap-tiap individu, tetapi proses yang
mandasarinya merupakan dasar semua individu ( Arif, 1995 dalam Pambudi, 1999).
Perilaku komunikasi antara peternak
serta antara para petugas peternakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal
maupun eksternal. Faktor eksternal berupa sosial, budaya, ekonomi dan lainnya.
Kondisi sosial peternak yang cenderung berkelompok memiliki aktivitas
komunikasi yang lebih intensif dan terbuka, baik melalui kelompok formal maupun
informal. Perilaku komunikasi peternak merupakan faktor penting dalam
menganalisis sumber informasi yang secara langsung mendukung pengembangan usaha
ternaknya sekaligus menjaga kesehatan ternak atau hewan (Asngari, 1996).
BAB
IV
METODOLOGI
4.1.
Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja
Lapang ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu mulai tanggal 28 Januari sampai
23 Februari 2013. Tempat di lingkungan
operasional Dinas Peternakan, bagian Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner dan Laboratorium Kesehatan
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Kabupaten Sukabumi, Jl. Raya Bojong
Kokosan .
4.2
Alat dan Bahan
4.2.1 Alat
Alat yang digunakan
dalam proses penangannan kesehatan hewan di lapangan adalah fiberglass, masker,
wearpack atau jump suit berwarna putih, sepatu bot, dan sarung tangan. Alat
yang digunakan untuk pemeriksaan kesehatan hewan adalah stetoskop, thermometer
dan jarum suntik. Alat yang digunakan dalam pengambilan specimen hewan adalah
vacutainer, disposable syrink, botol plastik, plastik steril, boks, ice pack,
label dan alat tulis.
4.2.2
Bahan
Bahan
yang digunakna adalah darah, feses, urine dan hewan yang di hidup atau mati.
4.3
Cara Kerja
4.3.1
Pengumpulan data
Data primer
dikumpulkan dengan metode survei dengan mewawancarai pihak-pihak terkait, baik
dokter hewan, pegawai dinas peternaka, peternak dan masyarakat setempat.
4.3.2
Metode observasi langsung
a.
Pemeriksaan hewan
Pemeriksaan hewan
dilaksanakan dengan cara inspeksi (melihat) palpasi (meraba), auscultasi
(mendengar) dan membaui. Adapun prosedur pemeriksaan kesehatan hewan adalah
sebagai berikut :
Mengumpulkan
informasi status kesehatan hewan berdasarkan, Surat Keterangan Kesehatan Hewan
(SKKH) dari daerah asal, Sejarah ternak. Mengamati dengan seksama dengan cara,
melihat tingkah laku hewan, sikap hewan potong pada saat berdiri dan bergerak
yang dilihat dari segala arah untuk melihat abnormalitas gerak, lubang kumlah
(hidung, telinga, anus) serta selaput lender mulut, mata dan cermin hidung.
Kulit serta kelenjar getah bening (limfoglandula,lg) superficial yaitu Lg.
submaksila, Lg. parotid, Lg. pre scapula dan Lg. inguinal. Kerusakan jaringan
atau organ yang akan berpengaruh terhadap kualitas daging. Dan pengukuran suhu
tubuh. Dilakukan pengujian labolatorium jika terdapat kecurigaan tentang adanya
penyakit yang tidak dapat diketahui dalam pengamatan.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1.
Prosedur yang dilakukan dalam menangani kasus penyakit hewan meliputi
pengumpulan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), mengamati gejala yang
terjadi pada hewan dan melakukan uji labolatorik jika terdapat kecurigaan
adanya penyakit yang tidak diketahui.
2. Avian Influenza pada unggas merupakan
masalah kesehatan hewan yang masih sering terjadi di Kabupaten Sukabumi.
3. Monitoring
kesehatan ternak secara efektif dan tata laksana peternakan yang baik (good veteriner practices) di tingkat
peternak dapar mencegah penularan zoonosis
melalui segala aspek.
6.2 Saran
Penanganan kesehatan hewan harus lebih ditingkatkan guna untuk
mengurangi kasus-kasus hewan ternak yang menderita penyakit seperti yang
bersifat zoonosis, oleh sebab itu
peningkatan tenaga kerja profesionalpun harus lebih ditingkatkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Raja Garfindo Persada. Jakarta
Asngari,
P.S. 1996. Komunikasi, Informasi dan
Edukasi dalam Penyuluhan. Fakultas Peternakan IPB. Bogor
Brotowidjoyo, Mukayat Djarubito. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2012. Perkembanagn
Kasus dan Kebijakan Depkes Terkait Penanggulanagn Flu Burung Pada Manusia. http://ditjennak.deptan.go.id. Diakses
tanggal 30 Februari 2013. Pukul 07.00.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Profil
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Ditjen PPM dan
PL. Jakarta
Dinas
Peternakan. 2010. Pemeriksaan Kesehatan
Hewan dan Bedah Bangkai. Dinas Peternakan. Sukabumi
Hewajuli, Dyah Ayu. 2011. Waspadalah
Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI. Bbalitvet. Bogor
Kajian Masalah Kesehatan. diambil dalam http://litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 29 Februari 2013. Pukul 16.30.
Murdiati, Tri Budhi dan Indrawati Sendow. 2006. Zoonosis yang Ditularkan Melalui Pangan. Balai Penelitian
Peteriner. Bogor
Notoatmodjo,Soekidjo.
2005. Promosi Kesehatan Teori dan
Aplikasinya. Rineka Cipta. Jakarta
World
Health Organization. The Wordl Health
Report 2000. WHO Graphics. 2000
Rumbrar, Hernika Vitria. 2012. Penanganan
Kasus Miasis pada Sapi, Pink Eye Pada Kambing, Demodekosis Pada Anjing dan
Tracheitis Pada Anjing di Yogyakarta. Universitas Negeri Papua. Manokwari
Soejoedono,D, dan Retno, Handharyani Ekowati. Flu Burung: Virus Flu Burung dari Unggas Terbukti Bisa Menular ke
Manusia Jangan Panik Tetap Waspada. Penebar Swadaya. Depok.
Kompas. 2013. Awas Flu Burung Pada Unggas. http//regional.kompas.com. Diakses tanggal 29 Februari 2013 pukul 20.00.
http://zoonosis.ipb.ac.id. Diakses tanggal 1 Maret 2013 pukul 16.00.