Jumat, 24 Mei 2013

Laporan PKL



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Peternakan memegang peranan penting dan strategis dalam membangun sektor pertanian. Kabupaten Sukabumi mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif yang sangat menguntungkan yang memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup potensial. Peranan kesehatan hewan dalam kehidupan sangat penting  karena akan  mempengaruhi terhadap kesehatan manusia, bukan hanya melindungi terhadap resiko kesehatan manusia namun akan mempengaruhi pula terhadap produktivitas hewan baik dari segi biologis maupun medis, melindungi keseimbangan lingkungan serta mempertahankan kelestarian sumber daya genetika. Prinsip penanganan kesehatan hewan yang menjadi tugas pemerintah  dan masyarakat  terutama diarahkan pada penyakit yang berdampak kerugian ekonomi yang akan berdampak pada morbilitas dan mortalitas yang tinggi.
Kurang berhasil atau kegagalan suatu program kesehatan, sering disebabkan karena kurang atau tidak adanya dukungan dari para pembuat keputusan, baik di tingkat nasional maupun lokal seperti provinsi, kabupaten atau kecamatan. Akibat kurang adanya dukungan itu, antara lain rendahnya alokasi anggaran untuk program kesehatan, kurangnya sarana dan prasarana, tidak adanya kebajikan yang menguntungkan bagi kesehatan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005).
Ruang lingkup kesehatan hewan dijabarkan melalui beberapa fungsi antara lain penolakan, pencegahan, pemberantasan dan pengendalian serta pengobatan dan pelayanann kesehatan hewan. Prinsip pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan yang menjadi tugas pemerintah terutama diarahkan pada penyakit yang berdampak kerugian ekonomi tinggi, oleh karena menular, penyebaran cepat serta mengakibatkan angka kematian dan kesakitan yang tinggi. Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Peternakan, Nomor: 103/TH.501.KPTS/DJP/0398, ada 12 Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) yang mendapat prioritas pengendalian di Indonesia. Tindakan antisipasi melalui pengamatan dana pemetaan penyakit secara dini serta pencegahan dan pemberantasan penyakit sangat diperlukan secara teratur dan berkesinambungan (Disnak,2010).
Pemeriksaan kesehatan hewan merupakan salah satu dasar kegiatan dinas peternakan. UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan mengamanatkan perlunya penyelenggaraan kesehatan hewan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui kelembagaan otoritas veteriner. Otoritas veteriner adalah kelembagaan Pemerintah atau kelembagaan yang dibentuk pemerintah dalam pengambilan keputusan tertinggi yang bersifat teknis kesehatan hewan dengan melibatkan keprofesionalan dokter hewan dan dengan mengerahkan semua lini kemampuan profesi mulai dari mengindentifikasikan masalah, menentukan kebijakan, mengoordinasikan pelaksana kebijakan, sampai dengan mengendalikan teknis operasional di lapangan sejalan dengan itu praktik kerja lapangan ini dilakukan di Dinas Peternakan bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.
1.2 Tujuan   
Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
1.      Mengetahui prosedur yang dilakukan dalam menangani kesehatan hewan
2.      Mengetahui jenis-jenis penyakit hewan yang menular.

2.2  Manfaat 
Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini mempunyai manfaat sebagai berikut:
1.      Menambah wawasan mengenai jenis-jenis penyakit hewan dan cara penanganannya.
2.      Membei pengetahuan mengenai prosedur penanganan kesehatan hewan ternak dan peliharaan.
3.      Memberi pengetahuan mengenai cara pengamatan terhadap penyakit hewan menular.

BAB II
ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL DAN EKSTERNAL

2.1 Kondisi Umum Kesehatan Hewan di Kabupaten Sukabumi
            Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi memayungi 47 Kecamatan yaitu: Ciemas, Ciracap, Waluran, Surade, Cibitung, Jampang Kulon, Cimanggu, Kalibunder, Tegal Buleud, Cidolog, Sagaranten, Cidadap, Curug Kembar, Pabuaran, Lengkong, Palabuhanratu, Simpenan, Warungkiara, Bantar Gadung, Jampang Tengah, Purabaya, Cikembar, Nyalindung, Gegerbitung, Sukaraja, Sukalarang, Cireunghas, Kebon Pedes, Sukabumi, Kadudampit, Cisaat, Gunung Guruh, Cibadak, Cicantayan, Caringin, Nagrak, Ciambar, Cicurug, Cidahu, Parakansalak, Parungkuda, Bojonggenteng, Kalapanunggal, Cikidang, Cisolok, Cikakak dan Kabandungan.
            Data yang tersedia pada Dinas Peternakan menunjukkan bahwa pada tahun 2012, populasi ternak dimasing-masing kecamatan sangat bervariasi. Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi melaporkan jumlah populasi ternak tahun 2012 adalah 14.867.339 ekor, terdiri dari ternak domba 468.569 ekor, sapi potong 20.074 ekor, sapi perah 6.636 ekor, kerbau 12.014 ekor, ayam breeder 2.373.118 ekor, ayam broiler 8.247.298 ekor, kelinci 11.400 ekor, kuda 204 ekor, ayam layer komersil 2.294.347 ekor, puyuh 131.763 ekor, ayam buras 1.184.469 ekor, itik 107.400 ekor, manila 87.100 ekor dan merpati 902 ekor (Disnak, 2012).
Jumlah populasi ternak sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi. Produksi daging, telur dan susu di Kabupaten Sukabumi dalam kurun waktu 2 tahun sangat bervariasai dimana produksi daging pada tahun 2011 sejumlah 48.488.118 kg apabila dibandingkan dengan jumlah produksi pada tahun 2012 sejumlah 51.887.889 kg terjadi peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2012 yaitu sebesar 3.399.771 kg atau 7,01 % produksi daging. Jumlah produksi telur pada tahun 2011 sejumlah 28.863.359 kg apabila dibandingkan dengan jumlah produksi telur tahun 2012 sejumlah 29.884.653 kg terjadi peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2012 yaitu sebesar 1.021.294 kg atau 3,54 % telur dan produksi susu yang dihasilkan oleh sapi perah pada tahun 2011 sejumlah 10.709.830 sedangkan pada tahun 2012 sejumlah 10.552.150 mengalami penurunan. Penurunan jumlah produksi susu menurun disebabkan karena kualitas banyaknya sapi perah yang terjangkit penyakit (Disnak, 2012).
Data hasil penyidikan dari labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner serta kerja sama dengan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor menunjukkan bahwa berbagai penyakit hewan baik itu disebabakan oleh virus, bakterial, protozoa, parasit dan residu antibiotika masih sering ditemukan di Kabupaten Sukabumi. Penyakit parasiter dan Avian Influenza  khususnya masih sering terjangkit pada hewan ternak.

2.2 Kedudukan, Tugas dan Fungsi Dinas Peternakan
a.       Kedudukan dan Tugas Pokok
Sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 25 Tahun 2012 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sukabumi, maka Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi adalah unsur pelaksana otonomi daerah yang melaksanakan unsur di bidang peternakan, dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dinas mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan azas otonomi dan tugas pembantuan di bidang peternakan.
b.      Fungsi
Dalam melaksanakan tugas Dinas Peternkaan Kabupaten Sukabumi menyelenggarakan beberapa fungsi antara lain:
1.      Penyusunan rencana dan program kerja di bidang peternakan.
2.      Perumusan dan penyusunan kebijakan teknis di bidang peternakan.
3.      Pembinaan, pengendalian dan pelaksanaan tugas kesekretariatan, produksi ruminansia, produksi non ruminansia, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, sarana, pengolahan dan Pembinaan. pengolahan administrasi umum, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan kearsipan.
4.      Pelaksanaan tugas pembantuan di bidang peternakan.
5.      Penerbitan perizinan di bidang peternakan sesuai kewenangan dinas.
6.      Pemberian rekomendasi teknis untuk penerbitan perizinan.
7.      Pengawasan dan pengendalian teknis pasca penerbitan perizinan.
8.      Pembinaan UPTD.
9.      Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama di bidang tugasnya.
10.  Pelaksanaan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan tugas.
11.  Pelaporan hasil pelaksanaan tugas.
2.3 Susunan Organisasi Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi
            Susunan organisasi Dinas terdiri dari:
a.       Kepala Dinas
b.      Sekretariat, membawahkan:
1.      Sub Bagian Kepegawaian dan Umum
2.      Sub Bagian Keuangan
3.      Sub Bagian Perencanaan dan Program
c.       Bidang Produksi Ruminansia, membawahkan:
1.      Seksi Ruminansia Besar
2.      Seksi Ruminansia Kecil
3.      Seksi Pembibitan dan Penyebaran Ternak Ruminansia
d.      Bidang Produksi Non Ruminansia, membawahkan:
1.      Seksi Budidaya Ternak Unggas
2.      Seksi Aneka Ternak dan Hewan Kesayangan
3.      Seksi Pembibitan dan Penyebaran Ternak Non Ruminansia
e.    Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, membawahkan:
1.      Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular
2.      Seksi Pengamatan dan Penyidikan Penyakit Hewan
3.      Seksi Farmasi dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
f.     Bidang sarana, Pengolahan dan Pemasaran Hewan, membawahkan:
1.      Seksi Sarana dan Kelembagaan
2.      Seksi Pengolahan dan Pemasaran Hasil
3.      Seksi Penyebaran Informasi, Promosi dan Investasi.
g.      UPTD
h.      Kelompok Jabatan Fungsional
2.4 Visi dan Misi Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi
Visi Dinas Peternakan Tahun 2010 – 2015 adalah Mewujudkan Agribisnis Peternakan yang Tangguh, Berdaya Saing dan Berkelanjutan.
Misi Dinas Peternakan Tahun 2010 – 2015 adalah:
1.  Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia peternakan yang profesional.
2.  Mengembangkan ketahanan pangan dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya peternakan.  
3.  Mendorong peningkatan konstribusi sub sektor peternakan terhadap perekonomian daerah.
4. Mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi usaha peternakan, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner.

2.5 Data Jumlah UPTD
            Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi No 25 Tahun 2012 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sukabumi, UPTD di lingkungan Dinas meliputi:
1.   UPTD Peternakan dan Kesehatan Hewan Wilayah Sukabumi
2.   UPTD Peternakan dan Kesehatan Hewan Wilayah Cibadak
3.   UPTD Peternakan dan Kesehatan Hewan Wilayah Cicurug
4.   UPTD Peternakan dan Kesehatan Hewan Wilayah Palabuhanratu
5.   UPTD Peternakan dan Kesehatan Hewan Wilayah Jampangtengah
6.   UPTD Peternakan dan Kesehatan Hewan Wilayah Jampangkulon
7.   UPTD Peternakan dan Kesehatan Hewan Wilayah Sagaranten
8.   UPTD Pembibitan dan Pakan Ternak
9.   UPTD Laboratorium Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
10.  UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan
Faktor kelembagaan dan keterbatasan sumberdaya yang terlibat dalam pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan juga dirasakan sebagai kendala yang tidak bisa diabaikan. Jumlah SDM dokter hewan dan tenaga paramedik veteriner baik dipusat maupun UPTD masih jauh dari kebutuhan. Meskipun rekrutment tenaga harian lepas telah dilaksanakan dan perannya sangat membantu memperkuat basis utama peternakan dan kesehatan hewan yaitu puskeswan serta penguatan kelembagaan pelayanan kesehatan hewan, namun masih belum dapat mencukupi kebutuhan akan tenaga medik maupun paramedik veteriner di lapangan.

2.6  Faktor Lingkungan Internal dan Eksternal
2.6.1 Lingkungan Internal
          A. Kekuatan
1.    Tersedianya sumber daya manusia berpotensi
Penyelenggaraan upaya kesehatan diperlukan sumber daya manusia. Jumlah sumber daya manusia yang bekerja di Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi sebanyak 98 berstatus pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 74 orang, non PNS dan inseminator 24 orang.

2.      Struktur organisasi yang diakui
Berdasaarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 25 Tahun 2012, tentang Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kabupaten Sukabumi, maka keberadaan Dinas Peternakan Kabupaten berada pada jajaran pemerintahan dimana menaungi 47 kecamatan. Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya yang memberikan mandate kepada Dinas Peternakan untuk melakukan pemantauan di bidang peternakan dan pelayanan diagnosa penyakit hewan terhadap seluruh ternak yang terdapat di Kabupaten Sukabumi, maka hal ini memberikan posisi yang sangat kuat bagi Dinas Peternakan dalam rangka melakukan koordinasi penanganan penyakit hewan dalam era otonomi daerah yang berlaku sekarang.

3.      Tersediaya sarana dan prasarana dasar labolatorium
Tersediaya sarana dan prasarana dasar yang memadai berupa labolatorium untuk menyidik berbagai penyakit pada ternak. Terdapat labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner yang berada di bawah naungan Dinas Peternakan. UPTD labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner merupakan pelaksana teknis dari Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi yang bertugas dalam melaksanakan kegiatan pengamatan dan penyidikan penyakit hewan sebagai salah satu upaya tercapainya pembangunan peternakan di Kabupaten Sukabumi. UPTD labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner terbentuk berdasarkan Peraturan Gubernur No. 71 tahun 2012, tanggal 26 November 2012.
gas pokok dan fungsi labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner adalah melaksanakan salah satu fungsi Dinas di bidang penyelenggaraan labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner. tujuan dibentuknya UPTD labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner adalah agar lembaga ini dapat menjalankan salah-satu tugas atau fungsi Dinas Peternakan di bidang penyelenggaraan kegiatan labolatorium di Kabupaten Sukabumi, sehingga tercapai pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Sasaran kegiatan UPTD labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner adalah:
1.      Deteksi penyakit hewan di Kab. Sukabumi
2.       Uji kualitas bahan asal hewan
3.       Pelayanan diagnostik laboratorium
Sistem pelayanan di UPTD labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner adalah:
1.      Pelayanan aktif, pelayanan dilakukan secara aktif sesuai jadwal yang ditentukan.
2.      Pelayanan pasif, pelayanan pasif dilakukan secara pasif dimana labolatorium menerima dan memeriksa sampel yang dikirim
3.      Pelayanan semi aktif, pelayanan dilakukan sesuai laporan permintaan dari lapanagn atau masyarakat.
Jasa-jasa layanan yang diberikan oleh UPTD labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner saai ini meliputi pengujian penyakit secara labolatoris, diantaranya pemeriksaan serum darah, pemeriksaan parasitologi, pemeriksaan kualitas susu, pemeriksaan kualitas daging dan patologi anatomi.

B. Kelemahan
               1. Jumlah aparatur yang professional terbatas
                           Profesionalitas merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam melakukan sesuatu termasuk didalamnya memberikan pelayanan terhadap publik. Jumlah aparatur yang professional masih terasa belum memadai. Keadaan ini tentu berdampak pada kualitas pelayanan yang diberikan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi masih belum sepenuhnya memuaskan pengguna jasa layanan diagnosa penyakit hewan.

               2. Disiplin personil belum optimal
                           Disiplin personil juga merupakan tantangan bagi Dinas Peternakan Kabupaten Sukabumi di dalam memberikan pelayanan diagnosa penyakit hewan kepada masyarakat. Rendahnya pemahaman akan tugas pokok dan fungsi serta kesadaran selaku PNS dari pada personil menjadi kurang disiplinnya personil dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Belum adanya sanksi yang tegas terhadap personil yang kurang disiplin juga menjadi pemicu personil lain menjadi ikut kurang disiplin.

2.6.2 Lingkungan Eksternal
A. Peluang
               1. Jalinan Kemitraan

                           Terbukanya peluang pelayanan kesehatan hewan melalui kerjasama kemitraan antara pemerintah, masyarakat dan pihak swasta dalam mengimplementasikan program dan kegiatan pelayanan kesehatan hewan dengan didasarkan pada prinsip saling menguntungkan dan prinsip-prinsip good govermance. Hal ini tentunya akan berdampak pada efesiensi dan efektivitas program dan kegiatan pelayanan kesehatan hewan menjadai lebih baik.

               2. Jaringan kerjasama labolatorium
                                       Keamanan pangan merupakan persyaratan utama yang menjadi semakin penting bagi konsumen yang mengkonsumsinya. Persyaratan produk hewan yang bebas dari penyakit hewan, cemaran residu antibiotika merupakan peluang yang baik untuk meningkatkan kinerja Dinas Peternkaan Kabupaten Sukabumi. UPTD labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner Kabupaten Sukabumi bekerjasama dengan beberapa labolatorium lain diantaranya, Balai Besar Penyidikan Veteriner Bogor, Balai Pengujian Penyakit Hewan dan Kesmavet Cikole Lembang dan Balai Peyidikan dan Pengujian Veteriner Subang.
3.Tuntutan lingkungan hidup sehat

            Hidup sehat merupakan dambaan setiap orang. Adanya penyakit pada hewan seperti Avian Influenza serta Zoonosis lainnya menuntut masyarakat lebih berhati-hati dalam berhubungan dengan hewan atau unggas. Lingkungan yang sehat, tersedianya produk peternakan yang sehat tentunya tidak terlepas dari labolatorium diagnostik dalam rangka mengamankan produk terbebas dari penyakit hewan. Aturan penyimpanan pakan serta obat harus diperhatikan dari berbagai aspek diantaranya adalah lingkungan.

B. Tantangan
1.      Ancaman masuknya penyakit eksotik
            Selain penyakit menular utama, beberapa penyakit eksotik yang berasal dari Negara lain yang secara geografis berdekatan dengan Indonesia yang berpotensi berbahaya serta berdampak ekonomis yang luas bagi Indonesia perlu diwaspadai. Penyakit-penyakit tersebut antara lain penyakit mulut dan kuku (PMK), penyakit Hendra dan penyakit BSE.
2. Ancaman mutasi organisme menjadi lebih ganas
            Era globalisasi ini telah terjadi arus perpindahan penyakit yang begitu cepat, demikian pula telah terjadi perubahan-perubahan sifat agen infeksi. Evolusi dan mutasi dari mikroorganisme dapat memunculkan jenis atau strain baru. Fenomena ini dapat mengakibatkan virulensi yang meningkat atau mikroorganisme menjadi resisten terhadap obat-oabatan antimikroba termasuk resistensi vector terhadap insektisida. Adanya serotipe baru dapat menimbulkan wabah dan juga menimbuljan masalah baru dalam penanganan penyakit sehingga menuntut adanya menejemen pengendalian penyakt yang professional.

3. Perdagangan bebas                                        
            Dalam era globalisasi dan perdagangan bebas ini, peran labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner menjadi semakin penting dan strategis di dalam menjamin mutu, keamanan dan kesehatan terhadap hewan atau produk hewan yang diperdagangkan baik untuk tujuan ekspor, impor maupun antar area. Persaingan bisnis yang semakin ketat memaksa pengelola labolatorium kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner agar selalu aktif dan inovatif serta professional dalam melakukan menejemen pelayanan kesehatan hewan. Manajeman labolatorim kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner harus memiliki ketahanan kelangsungan hidup dan keunggulan bisnis yang mempunyai daya saing tinggi.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Profil Kabupaten Sukabumi
Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu wilayah yang mempunyai luas sekitar 4.200 km, terletak antara 6057’ Lintang Selatan dan 106041’-107000’ Bujur Timur. Akhir tahun 2012 Kabupaten Sukabumi terdiri atas 47 Kecamatan dan 367 Desa serta 2.383.450 Jiwa yang terdiri dari 1.214.769 laki-laki dan 1.168.681 perempuan dan terdaftar dari hasil sensus penduduk tahun 2011. Sebanyak 29 desa merupakan desa Swasembda, 239 desa merupakan desa Swakarsa dan 71 desa merupakan desa Swadaya (Sensus,2012).


3.2 Pengertian Kesehatan Hewan
            Istilah kesehatan dalam bahasa inggris yaitu “health” mempunyai dua pengertian dalam bahasa Indonesia, yaitu “sehat” atau “kesehatan”. sehat dalam pengertian atau kondisi mempunyai batasan yang berbeda-beda. Secara awam sehat diartikan keadaan dalam kondisi tidak sakit, tidak ada keluhan, dapat menjalankan kegiatan sehari-hari dan sebagainya. Menurut batasan ilmiah, sehat atau kesehatan telah dirumuskan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 yaitu “ Keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosisal” (Notoatmodjo, 2005).
            Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat. Hal ini berarti, bahwa dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan baik kesehatan individu maupun kelompok. Pemeliharaan kesehatan mencakup dua aspek, yaitu : kuratif (pengobatan penyakit), rehabilatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit) sedangkan, peningkatan kesehatan mencakup dua aspek juga, yaitu : preventif (pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan kesehatan) oleh sebab itu, upaya kesehatan promotif mengandung makna kesehatan individu dan kelompok serta harus selalu diupayakan sampai ke tingkat kesehatan yang optimal ( Notoatmodjo,2003).
            Rencana Strategi Departemen Kesehatan tahun 2005-2009 menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan di Indonesia dalam tiga dekade ini yang dilaksanakan secara berkesinambungan telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. namun demikian, derajat kesehatan di Indonesia tersebut masih terhitung rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Indonesia menghadapi berbagai perubahan dan tantangan strategis yang mendasar baik internal maupun eksternal yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pembangunan nasional termasuk pembangunan kesehatan (Depkes,2012).
Sementara sehat dalam definisi WHO (1957), adalah suatu keadaan sejahtera sempurna fisik, mental dan sosial yang tidak terbatas pada bebas dari penyakit dan kelemahan, dirasakan tidak sesuai atau tidak lengkap lagi. Health care system sebagai kombinasi antara institusi kesehatan, sumber daya manusia pendukung, mekanisme finansial, sistem informasi, mekanisme jaringan organisasi dan manajemen struktur termasuk administrasi dalam upayanya mendukung penyediaan jasa pelayanan kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan hewan merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk mengetahui status kesehatan satu individu atau kelompok hewan, apakah menderita suatu penyakit atau tidak. (WHO,2012) Secara khusus kegiatan pemeriksaan kesehatan hewan bertujuan sebagai berikut :
1.      mendapatkan individu atau kelompok hewan yang sehat
2.      mendapatkan individu atau kelompok hewan yang tidak layak untuk suatu tujuan tertentu
3.      mencari penyakit yang tidak tampak atau kurang jelas pada pemeriksaan pasca mati.
Status kesehatan hewan individu atau kelompok hewan harus diperlukan untuk berbagai keperluan, misalkan :
a.       untuk persyaratan lalu lintas hewan inter atau antarkabupaten, antarprovinsi, mau pun antarnergara.
b.      Untuk persyaratn penyembelihan hewan potong di Rumah Potong Hewan atau tempat pemotongan hewan, rumah pemotongan ungags atau tempat pemotongan ungags atau pada hewan qurban.
c.       Untuk persyaratan sebelum bertanding ( domba tangkas, kuda pacu dan anjing )
d.      Untuk tindakan pencegahan penyakit, misalnya vaksinasi. Hanya hewan sehat yang dapat divaksinasi
e.       Untuk tindakan atau keperluan lainnya seperti persyaratan jual beli, pengambilan semen pada ternak pejantan dan lain-lain.
Dasar hukum kegiatan peternakan kesehatan hewan adalah sebagai berikut :
a.       Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
b.      Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan.
c.       Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner.
d.      Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan.
e.       Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 487/Kpts/Um/1981 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit hewan.
f.       Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 413/Kpts/TN.330/7/1992 tentang Pemotongan Hewann potong dan Penanganan Daging Serta Hasil Ikutannya.
g.      Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 306/Kpts/TN.330/4/1994 tentang Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging Unggas serta Hasil Ikutannya.

3.3  Penyakit Hewan Menular yang mendapat Prioritas Pengendalian atau Pemberantasan
(Berdasarkan Peraturan Dirjen Nak No. 59/Kpts/PD.610/05/2007 tgl 9 Mei 2007) penyakit hewan menular yang mendapatkan prioritas pengendalian atau pemberantasan adalah sebagai berikut :
1.      Rabies (penyakit anjing gila)
2.      Avian Influenza/AI (influensa unggas)
3.      Brucellosis (kluron menular)
4.      Anthrax (radang limpa)
5.      Salmonellosis
6.      Newcastle Disease/ND (tetelo)
7.      Jembrana
8.      Bovine Viral Diarrhae/BVD (diare ganas)
9.      Septicemia Epizootica/SE (ngorok)
10.  Classical Swine Fever/CSF Hog Cholera/sampar babi
11.  Infectious Bursal Disease (IBD)
12.  Infectious Bovine Rhinotracheitis/IBR

3.4 Tempat Pemeriksaan Kesehatan Hewan
            Pada umumnya pemeriksaan kesehatan hewan dilaksanakan di kandang, tempat penampungan hewan atau tempat-tempat tertentu yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan terebut, misalnya  (Disnak, 2010) :
a.       Pasar hewan.
b.      Pos pemeriksaan kesehatan hewan diperbatasan antarprovinsi atau antarnegara (check poin).
c.       Pelabuhan laut atau udara.
d.      RPH/TPH atau RPU/TPU.

3.5 Petugas Pemeriksa Kesehatan Hewan
Petugas pemeriksaan kesehatan hewan harus menguasai ilmu penyakit hewan secara praktis. Pengetahuan dibidang ini sangat menunjang keputusan yang akan diambil, dari sini dapat diketahui apakan hewan tersebut sehat atau tidak. Tugas pokok dan kewenagan dari pemeriksaan kesehatan hewan adalah (Disnak, 2010) :
1.      mengumpulkan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan kesehatan hewan.
2.      melaksanakan pemeriksaan kesehatan hewan.
3.      menahan hewan untuk tidak dipakai untuk tujuan tertentu, misalnya :
a.       tidak dipotong karena dugaan adanya penyakit yang berbahaya bagi hewan dan manusia.
b.      Tidak  diberangkatkan ke suatu daerah tertentuu mengingat di daerah asal terjankit wabah PHM atau di daerah tujuan sudah bebas PHM tertentu.
4.      melaksanakan pemusnahan terhadap hewan yang dianggap berbahaya untuk kesehatan manusia di sekitarnya.
5.      melaksanakan pengambilan dan pengiriman spesimen hewan (darah, feses dan lain-lain) untuk kepentingan diagnosa labolatorik.
6.      membubuhkan cap “S” (slaughter) pada hewan potong ruminansia sebagai tanda bahwa hewan tersebut layak untuk disembelih.
7.      memberikan rekomendasi kepada petugas pemeriksaan daging post mortem, mengenai hal-hal yang harus diperhatikan atau ditindak lanjuti. Berdasarkan tugas pokok dan kewenangannya maka persyaratan untuk menjadi seorang petugas pemeriksa kesehatan hewan adalah sebagai berikut:
a.       persyaratan pendidikan: Dokter hewan dan Paramedis Veteriner
b.      Persyaratan fisik:
·         Sehat fisik dan mental
·         Panca indera normal sehingga mampu mengetahui perubahan organoleptik sekecil apapun
c.       persyaratan mental:
·         sehat mental, berani dan tegas sehingga mampu membuat keputusan dengan tepat atau mengambil tindakan dengan cepat
·         tidak mempunyai rasa takut dan jijik melihat darah

3.6 Perilaku Komunikasi Peternak
            Perilaku individu untuk melakukan aktivitas komunikasi tibul berdasarkan dorongan yang ada dalam diri individu tersebut untuk melakukan suatu gerakan atau tindakan yang sesuai dengan keinginannya. Perilaku komunikasi dari individu tersebut terlihat dengan jelas dan ada juga yang tidak terlihat yang ditentukan oleh kepekaan individu yang mengamati (Asngari, 1996).
            Prinsip dasar individu adalah (1) individu memiliki perbedaan perilaku, (2) individu mempunyai kebutuhan yang berbeda, (3) individu berfikir tentang masa depan dan membuat pilihan tentang bagaimana bertindak, (4) individu memahami lingkungannya, (5) individu memiliki reaksi terhadap aksi, dan (6) banyak faktor yang menentukan sikap dan perilaku. Beberapa faktor penting yang menyebabkan perbedaan individual dalam perilaku komunikasi yang meliputi persepsi, sikap dan keperibadian. Perilaku tertentu yang berkembang pasti bersifat khas bagi tiap-tiap individu, tetapi proses yang mandasarinya merupakan dasar semua individu ( Arif, 1995 dalam Pambudi, 1999).
            Perilaku komunikasi antara peternak serta antara para petugas peternakan dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor eksternal berupa sosial, budaya, ekonomi dan lainnya. Kondisi sosial peternak yang cenderung berkelompok memiliki aktivitas komunikasi yang lebih intensif dan terbuka, baik melalui kelompok formal maupun informal. Perilaku komunikasi peternak merupakan faktor penting dalam menganalisis sumber informasi yang secara langsung mendukung pengembangan usaha ternaknya sekaligus menjaga kesehatan ternak atau hewan (Asngari, 1996).

 

BAB IV
METODOLOGI
 
4.1. Waktu dan Tempat
Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan selama satu bulan yaitu mulai tanggal 28 Januari sampai 23 Februari 2013.  Tempat di lingkungan operasional Dinas Peternakan, bagian Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner  dan Laboratorium Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Kabupaten Sukabumi, Jl. Raya Bojong Kokosan .  

4.2 Alat dan Bahan
            4.2.1  Alat
Alat yang digunakan dalam proses penangannan kesehatan hewan di lapangan adalah fiberglass, masker, wearpack atau jump suit berwarna putih, sepatu bot, dan sarung tangan. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan kesehatan hewan adalah stetoskop, thermometer dan jarum suntik. Alat yang digunakan dalam pengambilan specimen hewan adalah vacutainer, disposable syrink, botol plastik, plastik steril, boks, ice pack, label dan alat tulis.

4.2.2 Bahan
            Bahan yang digunakna adalah darah, feses, urine dan hewan yang di hidup atau mati.

4.3 Cara Kerja
4.3.1 Pengumpulan data
            Data primer dikumpulkan dengan metode survei dengan mewawancarai pihak-pihak terkait, baik dokter hewan, pegawai dinas peternaka, peternak dan masyarakat setempat.

4.3.2 Metode observasi langsung
a. Pemeriksaan hewan
            Pemeriksaan hewan dilaksanakan dengan cara inspeksi (melihat) palpasi (meraba), auscultasi (mendengar) dan membaui. Adapun prosedur pemeriksaan kesehatan hewan adalah sebagai berikut :
            Mengumpulkan informasi status kesehatan hewan berdasarkan, Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari daerah asal, Sejarah ternak. Mengamati dengan seksama dengan cara, melihat tingkah laku hewan, sikap hewan potong pada saat berdiri dan bergerak yang dilihat dari segala arah untuk melihat abnormalitas gerak, lubang kumlah (hidung, telinga, anus) serta selaput lender mulut, mata dan cermin hidung. Kulit serta kelenjar getah bening (limfoglandula,lg) superficial yaitu Lg. submaksila, Lg. parotid, Lg. pre scapula dan Lg. inguinal. Kerusakan jaringan atau organ yang akan berpengaruh terhadap kualitas daging. Dan pengukuran suhu tubuh. Dilakukan pengujian labolatorium jika terdapat kecurigaan tentang adanya penyakit yang tidak dapat diketahui dalam pengamatan.

      
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Prosedur yang dilakukan dalam menangani kasus penyakit hewan meliputi pengumpulan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH), mengamati gejala yang terjadi pada hewan dan melakukan uji labolatorik jika terdapat kecurigaan adanya penyakit yang tidak diketahui.
2. Avian Influenza pada unggas merupakan masalah kesehatan hewan yang masih sering terjadi di Kabupaten Sukabumi.
3. Monitoring kesehatan ternak secara efektif dan tata laksana peternakan yang baik (good veteriner practices) di tingkat peternak dapar mencegah penularan zoonosis melalui segala aspek.

6.2 Saran
Penanganan kesehatan hewan harus lebih ditingkatkan guna untuk mengurangi kasus-kasus hewan ternak yang menderita penyakit seperti yang bersifat zoonosis, oleh sebab itu peningkatan tenaga kerja profesionalpun harus lebih ditingkatkan.




DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Raja Garfindo Persada. Jakarta
Asngari, P.S. 1996. Komunikasi, Informasi dan Edukasi dalam Penyuluhan. Fakultas Peternakan IPB. Bogor
Brotowidjoyo, Mukayat Djarubito. 1989. Zoologi Dasar. Erlangga. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2012. Perkembanagn Kasus dan Kebijakan Depkes Terkait Penanggulanagn Flu Burung Pada Manusia. http://ditjennak.deptan.go.id.  Diakses tanggal 30 Februari 2013. Pukul 07.00.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Profil Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Ditjen PPM dan PL. Jakarta
Dinas Peternakan. 2010. Pemeriksaan Kesehatan Hewan dan Bedah Bangkai. Dinas Peternakan. Sukabumi
Hewajuli, Dyah Ayu. 2011. Waspadalah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI. Bbalitvet. Bogor
Kajian Masalah Kesehatan. diambil dalam http://litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 29 Februari 2013. Pukul 16.30.
Murdiati, Tri Budhi dan Indrawati Sendow. 2006. Zoonosis yang Ditularkan Melalui Pangan. Balai Penelitian Peteriner. Bogor
Notoatmodjo,Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Rineka Cipta. Jakarta
World Health Organization. The Wordl Health Report 2000. WHO Graphics. 2000
Rumbrar, Hernika Vitria. 2012. Penanganan Kasus Miasis pada Sapi, Pink Eye Pada Kambing, Demodekosis Pada Anjing dan Tracheitis Pada Anjing di Yogyakarta. Universitas Negeri Papua. Manokwari
Soejoedono,D, dan Retno, Handharyani Ekowati. Flu Burung: Virus Flu Burung dari Unggas Terbukti Bisa Menular ke Manusia Jangan Panik Tetap Waspada. Penebar Swadaya. Depok.
Kompas. 2013. Awas Flu Burung Pada Unggas. http//regional.kompas.com. Diakses tanggal 29 Februari 2013 pukul 20.00.
http://zoonosis.ipb.ac.id. Diakses tanggal 1 Maret 2013 pukul 16.00.